Tidak lama, Lia kawannya yang juga pengguna BlackBerry menghampirinya dan mengajak Rifdah menuju pagar sekolahnya, SD Negeri 12 Rawamangun, Jakarta Timur.
Di tangan kedua anak perempuan kelas III SD itu tergenggam ponsel pintar BlackBerry dengan bungkus ponsel terbuat dari karet warna-warni. Berdasarkan pengamatan Kompas.com, tidak hanya Rifdah dan Lia, sebagian besar siswa yang menunggu dijemput orangtua atau sopirnya itu mengenggam BlackBerry atau ponsel serupanya.
"Dari kelas dua sudah punya, dibeliin sama mama," kata Rifdah di depan pagar sekolahnya. Lia juga mengatakan bahwa BlackBerry ditangannya merupakan hadiah dari orangtuanya.
Ketika ditanya apakah orangtuanya menjelaskan tujuan pemberian BlackBerry tersebut, Rifdah menjawab, "Nggak tau, mama nggak ngomong apa-apa," katanya.
Namun, kata Rifdah dan Lia, mereka biasa menggunakan BlackBerry untuk menelpon orangtua atau supir agar segera dijemput. "Biasanya paling sering nelpon ke jemputan, buka internet, buka facebook," kata Rifdah.
Mengenai pulsanya, Lia mengaku bahwa orangtuanya selalu membelikan pulsa ketika habis. "Beli dari mama, papa, kalau misalnya habis, saya bilang," tuturnya.
Setiap bulan, Lia mengaku diberi jatah pulsa Rp 50.000 yang akan ditambah jika habis. "Kalau jajan kadang Rp 5.000 kadang Rp 10.000 (sehari)," tambah Lia.
Di lain pihak, menurut petugas keamanan sekolah, membawa ponsel sebenarnya dilarang. "Iya sebenarnya dilarang tapi ya namanya anak-anak, mau gimana lagi," katanya.
Hanya, menurut Rifdah, penggunaan BlackBerry di sekolahnya diperbolehkan asal tidak menganggu kegiatan belajar mengajar. "Nggak (dilarang) sih, tapi harus di-silent. Soalnya nanti kalau bunyi, bisa disita," imbuh gadis kecil itu.
BlackBerry yang menjadi fenomena sejak 2008 itu ternyata tidak hanya menyentuh kalangan perkantoran namun juga anak-anak kalangan menengah ke atas. Olehkarena itulah, pihak sekolah mengawasi penggunaan BlackBerry agar tidak menganggu kegiatan belajar mengajar.
Sumber wwww.kompas.com