Semakin banyak saja para politisi muda yang masuk Senayan tapi karirnya rontok sebelum mencapai puncak gara-gara korupsi. Kali ini giliran Azwar Chesputra dan Fahri Andi Leluasa dari Partai Golongan Karya serta Hilman Indra dari Partai Bulan Bintang.
Mereka kini serempak mengaku sudah menerima suap dalam proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu Departemen Kehutanan dan proses alih fungsi hutan lindung di Sumatera Selatan.
Pengakuan itu disampaikannya ketika diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pada hari ini. Azwar Chesputra pun mengaku menyesal.
Meski mengaku menerima suap, namun ketiganya berdalih tidak tahu jika uang yang mereka terima merupakan uang suap terkait pekerjaan mereka sebagai anggota DPR.
Bahkan, Fachri Andi Leluasa awalnya mengira uang itu pemberian sebagai wujud pertemanan antaranggota DPR.
Ketiga politisi itu didakwa menerima suap dari pengusaha Anggoro Widjojo dalam proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan.
Tim penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan, ketiganya menerima suap itu ketika menjadi anggota Komisi IV yang membidangi kehutanan.
Surat dakwaan tim penuntut umum menguraikan, ketiga terdakwa telah menerima suap dengan rincian Azwar Chesputra sebesar 5.000 dolar Singapura, Hilman Indra 140.000 dolar Singapura, dan Fachri Andi Leluasa 30.000 dolar Singapura.
"Para terdakwa menerima pemberian itu supaya menyetujui proyek SKRT di Departemen Kehutanan," kata penuntut umum KMS Roni.
Tim penuntut umum menguraikan, kasus itu bermula saat Komisi IV DPR RI membahas Rancangan Pagu Bagian Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan senilai Rp 4,2 triliun yang diajukan oleh Dephut pada 2007.
Revitalisasi SKRT senilai Rp180 miliar termasuk dalam rancangan tersebut. Tim Penuntut Umum menyatakan telah terjadi pertemuan antara Yusuf Erwin Faisal selaku Ketua Komisi IV dan Anggoro Widjojo dari PT Masaro Radiokom yang akan menjadi rekanan proyek SKRT.
Yusuf telah menerima pemberian uang senilai Rp 125 juta dan 220.000 dolar Singapura. Uang itu disampaikan melalui David Angka Wijaya dan diserahkan melalui Tri Budi Utami di ruang sekretariat Komisi IV DPR.
Uang tersebut kemudian dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV, yaitu Suswono (Rp 50 juta), Muchtaruddin (Rp 50 juta), dan Muswir (Rp 5 juta). Pada November 2007, Yusuf kembali menerima sejumlah uang dari Anggoro Wijoyo.
Uang itu juga dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV, yaitu Fachri Andi Laluasa (30.000 dolar Singapura), Azwar Chesputra (5.000 dolar Singapura), Hilman Indra (140.000 dolar Singapura), Muchtaruddin (40.000 dolar Singapura), dan Sujud Sirajuddin (Rp 20 juta).
Tim penuntut umum menjelaskan, telah terjadi aliran uang dalam bentuk cek senilai Rp 5 miliar dalam kasus itu. Uang yang dihimpun oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan pengusaha Chandra Antonio Tan itu diberikan kepada sejumlah anggota DPR RI, antara lain kepada Azwar Chesputra Rp 450 juta, Hilman Indra Rp425 juta, dan Fachri Andi Leluasa Rp 335 juta.
Dalam kasus itu, beberapa anggota DPR juga telah dinyatakan bersalah, antara lain Yusuf Erwin Faisal dan Sarjan Taher. Kasus itu juga telah menjerat mantan Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman dan pengusaha Chandra Antonio Tan. www.kompas.com