"Pada tahun 2008 dan 2009, Indonesia berada pada urutan ke tiga dari beberapa negara di Asia setelah Vietnam, Kroasia dan beberapa negara eropa lainnya," kata Ketua Gerakan JBDK pusat, Peri Umar Farouk, saat tampil sebagai nara sumber pada sosialisasi Undang-Undang Nomor:44/2008 tentang pornografi di kendari, Rabu.
Kegiatan advokasi dan edukasi terkait sosialisasi UU Pornografi itu difasilitasi oleh Dinas Perhubungan Sultra bekerjasama dengan Direktorat Kelembagaan Komunikasi Pemerintahan, Kementerian Komunikasi dan Informatika pusat.
Menurut Peri, sosialisasi tentang UU Pornografi dipandang sangat penting, karena selama UU Nomor: 44/2008 itu lahir seakan-akan masyarakat belum tahu apa pengaruh UU itu dalam kehdiupan sehari-hari, terutama berkenan dengan masih maraknya fenomena pornografi di tanah air dampak dari teknologi internet.
Ia mengatakan, kegemaran masyarakat indonesia yang mengakses dengan kata kunci "sex" pada jaringan internet, penggemarnya selain dari kalangan remaja dengan usia antara 14-26 dan 30-45 tahun merata di seluruh daerah di Indonesia, dengan mengakses selain di warung telekomunikasi (warnet) juga dari perkantoran.
"Meski dalam UU pornografi itu menyebutkan bahwa yang tidak terjerat dalam hukum pidana adalah membuat, memiliki atau menyimpan materi pornografi untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri namun, dengan pertimbangan lain, setiap individu secara sukarela lebih aman membebaskan diri atau menjauhkan untuk tidak membuka situs pornografi," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Peri Umar, untuk tidak lebih meluasnya penggunaan internet yang mengakses situs berbau pornografi, pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi (pasal 17) dalam UU Pornografi tersebut.
Artinya bahwa, masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal itu berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Warga masyarakat yang melakukan pelanggaran apakah itu yang memproduksi, membuat dan memperbanyak dan menyebarluaskan maka sanksi pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun atau denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar,"katanya.
Oleh karena itu, kata Peri Umar, dengan kegiatan sosialisasi UU pornografi tersebut, meskipun sifatnya sangat singkat tetapi pemahaman terhadap pornografi khususnya bagi peserta yang ikut pert5ama kali ini bisa menyosialisasikan kepada orang lain ataukah tetangga terdekatnya.
Sudah saatnya, bagi lingkungan kerja, perusahaan atau koperasi membuat kebijakan-kebijakan dalam profesionalitas badan kepegawaiannya, yang berkaitan erat pencegahan pornografi di lingkungan kerjanya.
"Bila perlu cantumkan pemberian sanksi yang berat untuk penyalagunaan fasilitas kantor berkenaan pornografi," katanya.
Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat yang juga mantan potisi di DPRD Sultra, Kadir Ole mengatakan, mendukung langka pemerintah dan masyarakat terkait pemberlakuan UU pornografi dan sekaligus pemberian sanksi bagi mereka yang terbuka menggunakan akses internet untuk membuka situs pornografi.
Menurut Kadir, sebagai warga negara yang khawatir terhadap menggejalanya pornografi di tengah-tengah kehidupan masyarakat, layak untuk menuntut pemerintah serius dan berkelanjutan dalam upaya pencegahan dan penindakan tindak pidana pornografi.
"Dengan kegiatan sosialisasi ini, tentu akan memberi nilai positif bagi proses pencegahan dan pelarangan terutama bagi anak-anak remaja kita yang kerap dengan industri teknologi informasi melalui komputer yang tidak hanya bagi anak usia dewasa tetapi yang lebih berbahaya adalah anak-anak masih duduk di sekolah dasar (SD) dan SLTP, tahu membuka jaringan internet," katanya.
Setiap orang tua bangga bila anaknya dengan usia masih kecil sudah membuka internet, tetapi yang lebih berbahaya lagi setelah maraknya video mesum mirip artis papan atas Ariel, Luna Maya dan Cut Tari membuat semua orang tua was-was bila anaknya ke warnet lalu membuka internet pornografi tersebut.
Sumber : Yahoo.com